Piru,iNewsutama.com — Janji Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) tahun 2020 senilai Rp19 miliar hingga kini belum menunjukkan kejelasan. Penanganan perkara yang sudah memasuki tahap penyidikan itu masih jalan di tempat, meski sudah ada 301 saksi diperiksa dan audit internal telah diminta dari Kejati Maluku.
Mandeknya penanganan kasus ini memicu kemarahan publik dan menuai kritik tajam dari berbagai pihak, salah satunya datang dari praktisi hukum, Henri Lusikooy. Ia menyebut kinerja Kejari SBB dalam penanganan kasus ini jauh dari kata profesional.
"Kalau bicara penegakan hukum, lihat seperti itu, ya tidak profesional lah. Ada apa, ramai tapi diam. Berarti tidak profesional yang sedang ditunjukkan penegak hukum kita," kata Henri saat dikonfirmasi, Jumat (11/4/2025).
Henri juga menyoroti ketimpangan antara semangat pemberantasan korupsi di tingkat pusat dan di daerah. Ia mencontohkan Kejaksaan Agung yang gencar membongkar kasus-kasus korupsi bernilai triliunan rupiah, namun Kejari SBB justru terkesan lamban.
"Contohnya Kejagung, banyak kasus korupsi bernilai triliunan dibongkar mereka. Masa anak buahnya di bawah tidak profesional. Kejari SBB harus profesional juga. Tidak ada yang kebal hukum, fungsi APH itu melakukan penindakan bukan tebar janji ibarat surat cinta yang tak pasti," tegasnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari SBB, Asmin Hamzah, melalui sambungan WhatsApp belum mendapatkan respons hingga berita ini diturunkan.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan korupsi dana Bansos yang bersumber dari Bantuan Tidak Terduga (BTT) tahun 2020 ini mulai diselidiki oleh Kejari SBB sejak tahun lalu. Dana tersebut digunakan untuk penanganan COVID-19 dan disalurkan dalam bentuk sembako kepada kurang lebih 13 ribu warga penerima manfaat di 11 kecamatan.
Asmin Hamzah sebelumnya telah membenarkan bahwa kasus ini sudah masuk tahap penyidikan. "Sudah naik penyidikan, itu kasus terkait dengan dana BTT Tahun 2020," ujarnya pada Rabu (11/12/2024).
Berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB), penyaluran bansos tersebut seharusnya dilakukan dalam enam tahap. Namun, dari hasil penyidikan sementara, diketahui hanya empat tahap yang terealisasi, itu pun dilakukan secara tidak merata.
"Tetapi sesuai bukti pencairan, dana BTT yang sudah dicairkan ini hanya dilakukan tahap 1 sampai dengan tahap 4. Sesuai dengan peruntukannya (RAB) harusnya enam tahap, tapi mereka tidak bagi sampai enam tahap. Hanya pada tahap 1 saja itu pun bervariasi. Ada satu kecamatan yang hanya mendapat hingga tahap 2, sedangkan tahap 4 dan 6 tidak ada di sebagian desa," bebernya.
Dalam proses penyaluran bansos, Dinas Sosial Kabupaten SBB juga menggandeng distributor lokal. Namun, distribusi barang yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) menimbulkan pertanyaan besar.
"Mereka tunjuk distributor toko di SBB. Nah ini kita harus telusuri terhadap barang-barang sesuai juknis enam tahap ini yang tidak dibawa (salurkan). Ini uangnya dikemanakan?" tegasnya.
Publik kini menanti keseriusan Kejari SBB untuk menuntaskan kasus ini dan menindak tegas para pihak yang terlibat. Transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus korupsi menjadi hal mutlak demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.(*727626*)